Kebutuhan Energi dunia semakin hari semakin meningkat. Dunia saat ini dalam cekaman ketakutan akan krisis energi.
Kebutuhan energi Indonesia naik sekitar 7 % per tahun dengan tingkat konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional mencapai 1,6 juta barel per hari. Sedangkan kemampuan produksi hanya 834 ribu barel/hari.
"Sumur migas yang ada sekarang ini diprediksi memiliki cadangan terutama minyak hanya cukup untuk 11 tahun ke depan dan diperkirakan gas bumi akan habis dalam 44 tahun lagi jika tidak ditemukan cadangan," kata Pejabat Humas SKK Migas Dian Sulistiawan di Belitung, seperti dikutip dari Lembaga Kantor Berita Nasioal (LKBN) Antara pada Kamis 31 Agustus 2017.
Melihat fakta ini, perlu ada solusi nyata untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi di masa depan. Jika tidak, Indonesia akan sangat tergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan energi domestik.
Konservasi dan disversifikasi energi diperlukan sebagai solusi dalam ketahanan energi nasional, dengan melakukan konservasi energi kita dapat menghemat energi sebesar 5%-30% (Departemen pertambangan dan energi, 1986).
Gerakan menghemat energi berasal dari fosil dalam menghadapi krisis energi sedang gencar dilakukan pemerintah. Maka itu, pemerintah menghimbau agar pemerintah daerah membuat peta potensi berbagai sumber energi alternatif seperti energi terbarukan.
Indonesia sebenarnya masih mempunyai cadangan batubara sebesar 57,8 miliar tahun dengan produksi per tahunnya 132 juta ton, sehingga diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 146 tahun lagi. Akan tetapi pemakaian batubara sepertinya kurang disukai karena tingkat polusinya lebih tinggi. Itulah mengapa Indonesia butuh sumber energi lain di luar energi fosil yang selama ini banyak dimanfaatkan.
Biobriket merupakan sumber energi alternatif berasal dari biomassa limbah pertanian dan perkebunan, sebagai substitusi bahan bakar minyak dan gas. Biobriket arang berpotensi untuk dikembangkan mengingat kelimpahan bahan yang sangat potensial. Semua limbah pertanian dan perkebunan berpotensi sebagai bahan utama biomassa pembuatan briket.
Biobriket arang sebagai energi alternatif memiliki nilai kalor 6772, 58 kal/gram pada cangkang kelapa sawit, nilai kalor 6757 kal/gram pada tongkol jagung, nilai kalor 6748, 69 kal/gram pada tempurung kelapa serta nilai kalor 5857,8581 kal/gam pada sekam padi.
Sementara batubara memiliki nilai kalor 6.322 kkal/kg Gross As Received (GAR). Nilai Kalor (Calorific Value atau Heating Value) merupakan salah satu parameter penting dalam kualitas bahan bakar. Nilai kalor adalah jumlah energi yang dilepaskan ketika suatu bahan bakar dibakar secara sempurna dalam suatu proses aliran tunak (steady).
Perbedaan nilai kalor ini di titik beratkan pada ukuran partikel yang berhubungan dengan mess atau ukuran dari jumlah lubang suatu jaring atau kasa pada luasan satu inchi persegi yang bisa dilalui oleh materi padat. Hasil penelitian briket arang selama ini memiliki ukuran mess 20-40 mess. semakin tinggi kandungan karbon dalam biomassa maka biomassa tersebut semakin baik dijadikan sebagai bahan bakar (Siahaan et al., 2013).
Kuat tekan briket berhubungan dengan ukuran partikel. Semakin kecil (halus) ukuran partikel maka semakin rapat briket dan luas permukaan semakin kecil. Kerapatan yang cukup besar, menghasilkan briket tidak mudah hancur.
Hal tersebut menyebabkan homogenitas pada briket dengan campuran bahan perekat dan tanah liat yang berada di dalamnya lebih kompak. Kekompakan suatu bahan dalam briket akan mempengaruhi kekuatan briket dan tidak mudah rapuh terhadap gesekan (Arni et al., 2014).
Jika ukuran mess kita buat jadi 12.000 mess setara dengan 1 mikrometer, maka nilai kalor yang ditimbulkan akan semakin besar pula. Sunstitusi bahan bakar minyak dan gas bisa terpenuhi selain itu kita bisa menghemat penggunaan batubara mengingat sumberdaya alam (fosil) semakin hari semkain menipis.
Kesimpulannya, kebutuhan akan energi semakin tahun semakin meningkat, oleh karena itu kebutuhan energi sangat tergantung pada migas.
Di sisi lain produksi migas semakin menurun sehingga menyebabkan terjadinya krisis energi. Maka itu, disversifikasi energi diperlukan sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan krisis energi, diantaranya konversi BBM dengan mengembangkan energi terbarukan khususnya energi biomassa.